PWI: Pers Nasional Tidak Boleh Disensor, Dibredel Dan Dilarang Siaran


Pelarangan siaran langsung dan penghentian terhadap siaran pers nasional dapat disebut sebagai pelanggaran atas UU 40/1999 tentang Pers (UU Pers).
Demikian pernyataan Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Pusat (DK PWI Pusat) yang diterima redaksi, beberapa saat lalu.
Pernyataan itu dikeluarkan DK PWI terkait munculnya wacana dari pihak tertentu yang berbau intervensi terhadap kemerdekaan redaksi menentukan dan menyiarkan berita serta upaya membolehkan pelarangan siaran langsung dan penghentian terhadap siaran pers nasional.
DK PWI menyatakan, pasal 4 ayat 2 UU Pers menegaskan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan dan pelarangan siaran. Penjelasan pasal 4 ayat 2 UU Pers itu menerangkan bahwa penyensoran, pembredelan atau pelarangan siaran tidak berlaku pada media cetak dan elektronik. Hal ini sejalan dengan pengertian pers dalam UU Pers dan isi Pasal 42 UU 32/2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), wartawan penyiaran dalam melaksankan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
DK PWI Pusat mengingatkan, perlindungan dan jaminan terhadap kemerdekaan pers tidak hanya ditujukan kepada pers cetak, melainkan juga semua jenis pers yang memenuhi persyaratan, termasuk pers elektronik, televisi, radio dan siber.
Dalam pertimbangan UU Pers dengan terang benderang disebutkan pers nasional harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan pihak manapun. DK PWI Pusat berpendapat, permintaan untuk tidak menyiarkan sesuatu dengan ancaman, secara terselubung atau pun terang-terangan, tindakan pembredelan dan pelarangan serta penghentian siaran terhadap karya jurnalistik, merupakan bagian dari penyensoran dan menghalang-halangi tugas pers.
"Tindakan itu jelas dilarang oleh UU Pers dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi," tegas pernyataan yang dikeluarkan Ketua DK PWI Pusat, Ilham Bintang.
Kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara dijamin dalam pasal 4 UU Pers beserta penjelasannya. Apapun dalihnya, pers harus bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.
Kemerdekaan pers di Indonesia yang lahir dari rahim reformasi dan terangkum dalam UU Pers harus dihormati dan ditegakkan oleh semua pihak. DK PWI Pusat meminta kepada semua pihak agar segera mengakhiri wacana untuk membatasi kemerdekaan pers, seperti penyensoran, pembredelan dan pelarangan siaran dalam bentuk apapun.
"Dewan Kehormatan juga mengecam pihak-pihak yang bersikap anti kemerdekaan pers dengan mencoba membatasi pers meliput dan menyiarkan secara merdeka sesuai dengan hati nurani masing-masing pers," tegas Iham.
Kemarin (Jumat, 9/12), Ketua Dewan Pers Yosep "Stanley" Adi Prasetyo mengumpulkan para pimpinan redaksi media elektronik untuk membahas soal teknis peliputan persidangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus dugaan penistaan agama.
Stanley mengusulkan agar media-media elektronik tidak menyiarkan live proses persidangan Ahok untuk menghindari gesekan yang terjadi di publik. Usulan ini kemudian diklaim menjadi kesepakatan para pimpinan redaksi televisi yang hadir. Keputusan ini adalah setelah berkaca dari peliputan kasus Jessica atau "kopi sianida" yang sebenarnya telah melanggar asas praduga tak bersalah. [beritaislam24h.net / rc]
 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "PWI: Pers Nasional Tidak Boleh Disensor, Dibredel Dan Dilarang Siaran"

Post a Comment