
Demikian pernyataan Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Pusat
(DK PWI Pusat) yang diterima redaksi, beberapa saat lalu.
Pernyataan itu dikeluarkan DK PWI terkait munculnya wacana dari pihak
tertentu yang berbau intervensi terhadap kemerdekaan redaksi menentukan
dan menyiarkan berita serta upaya membolehkan pelarangan siaran langsung
dan penghentian terhadap siaran pers nasional.
DK PWI menyatakan, pasal 4 ayat 2 UU Pers menegaskan pers nasional tidak
dikenakan penyensoran, pembredelan dan pelarangan siaran. Penjelasan
pasal 4 ayat 2 UU Pers itu menerangkan bahwa penyensoran, pembredelan
atau pelarangan siaran tidak berlaku pada media cetak dan elektronik.
Hal ini sejalan dengan pengertian pers dalam UU Pers dan isi Pasal 42 UU
32/2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), wartawan penyiaran dalam
melaksankan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada Kode
Etik Jurnalistik (KEJ).
DK PWI Pusat mengingatkan, perlindungan dan jaminan terhadap kemerdekaan
pers tidak hanya ditujukan kepada pers cetak, melainkan juga semua
jenis pers yang memenuhi persyaratan, termasuk pers elektronik,
televisi, radio dan siber.
Dalam pertimbangan UU Pers dengan terang benderang disebutkan pers
nasional harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas
dari campur tangan dan paksaan pihak manapun. DK PWI Pusat berpendapat,
permintaan untuk tidak menyiarkan sesuatu dengan ancaman, secara
terselubung atau pun terang-terangan, tindakan pembredelan dan
pelarangan serta penghentian siaran terhadap karya jurnalistik,
merupakan bagian dari penyensoran dan menghalang-halangi tugas pers.
"Tindakan itu jelas dilarang oleh UU Pers dan bertentangan dengan
prinsip-prinsip demokrasi," tegas pernyataan yang dikeluarkan Ketua DK
PWI Pusat, Ilham Bintang.
Kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara dijamin dalam pasal 4 UU
Pers beserta penjelasannya. Apapun dalihnya, pers harus bebas dari
tindakan pencegahan, pelarangan dan atau penekanan agar hak masyarakat
untuk memperoleh informasi terjamin.
Kemerdekaan pers di Indonesia yang lahir dari rahim reformasi dan
terangkum dalam UU Pers harus dihormati dan ditegakkan oleh semua pihak.
DK PWI Pusat meminta kepada semua pihak agar segera mengakhiri wacana
untuk membatasi kemerdekaan pers, seperti penyensoran, pembredelan dan
pelarangan siaran dalam bentuk apapun.
"Dewan Kehormatan juga mengecam pihak-pihak yang bersikap anti
kemerdekaan pers dengan mencoba membatasi pers meliput dan menyiarkan
secara merdeka sesuai dengan hati nurani masing-masing pers," tegas
Iham.
Kemarin (Jumat, 9/12), Ketua Dewan Pers Yosep "Stanley" Adi Prasetyo
mengumpulkan para pimpinan redaksi media elektronik untuk membahas soal
teknis peliputan persidangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus
dugaan penistaan agama.
Stanley mengusulkan agar media-media elektronik tidak menyiarkan live
proses persidangan Ahok untuk menghindari gesekan yang terjadi di
publik. Usulan ini kemudian diklaim menjadi kesepakatan para pimpinan
redaksi televisi yang hadir. Keputusan ini adalah setelah berkaca dari
peliputan kasus Jessica atau "kopi sianida" yang sebenarnya telah
melanggar asas praduga tak bersalah. [beritaislam24h.net / rc]
0 Response to "PWI: Pers Nasional Tidak Boleh Disensor, Dibredel Dan Dilarang Siaran"
Post a Comment